Alhamdulillah. Penulis masih berada di sebuah rumah sakit mendampingi seorang pasien. Ia sedang duduk di dekat sebuah kursi roda yang tergeletak di samping dinding sebuah bangsal. Ia menyaksikan banyaknya orang yang sakit dengan berbagai keadaannya. Ada yang sakit tangannya, ada yang kakinya, ada yang kepalanya, ada yang matanya dan seterusnya. Hari ini (04/03/2022) adalah hari ketiga ia tinggal di rumah sakit tersebut
Ketika menyaksikan banyaknya orang sakit, penulis teringat sebuah perkataan yang dikatakan oleh As-Siba’i:
اَلْمَرَضُ مَدْرَسَةٌ تَرْبَوِيَّةٌ
Sakit adalah sebuah madrasah (sekolahan) yang mengandung unsur-unsur tarbiyah (pembinaan)[1].
Para pembaca yang terhormat, ketika melihat sebuah kursi roda seperti di atas, apa pelajaran yang dapat diambil?
Anda tentu banyak mengambil pelajaran dari kursi roda tersebut. Di antara pelajaran yang dapat penulis ambil adalah syukur atas nikmat sehat. Nikmat sehat adalah termasuk nikmat yang sering kita lupakan. Ya, rasa syukurlah yang kita rasakan ketika melihat sebuah kursi roda. Kita bersyukur dapat melangkahkan kaki. Kita bersyukur tidak memakai kursi roda dalam berjalan. Nikmat melangkahkan kaki adalah termasuk nikmat yang terkadang kita lalaikan.
Allah telah memerintahkan hamba-hamba-Nya agar bersyukur. Allah telah berfirman:
فَاذْكُرُونِي أَذْكُرْكُمْ وَاشْكُرُوا لِي وَلا تَكْفُرُونِ
Ingatlah oleh kalian Aku, niscaya Aku akan mengingat kalian. Dan Bersyukurlah kalian kepada-Ku dan janganlah kalian mengingkari-Ku. (QS. Al-Baqarah: 152).
Ini berarti barangsiapa yang bersyukur kepada Allah, maka ia telah melaksanakan perintah-Nya.
Syukur adalah termasuk kewajiban yang Allah bebankan kepada kita sebagai hamba. Imam Nawawi telah membuat sebuah pembahasan khusus tentang syukur dalam kitabnya yang mulia Riyadhush Shalihin. Pada bab ke-242 beliau membuat judul: Bab Wujubisy Syukr (Bab Tentang Wajibnya bersyukur)[2]. Ini mengisyaratkan bahwa bersyukur adalah merupakan kewajiban seorang hamba.
Ada sebuah ungkapan bahasa Arab tentang syukur yaitu:
النِّعْمَةُ وَحْشِيَّةٌ، إِنْ شُكِرَتْ قَرَّتْ وَإِنْ كُفِرَتْ فَرَّتْ
Kenikmatan itu adalah laksana binatang buas. Jika disyukuri akan menetap, dan jika diingkari akan lenyap[3].
Marilah kita hiasi hari-hari dan waktu-waktu kita dengan menambahi rasa syukur kepada Pencipta Langit dan Bumi. Dialah yang telah memberikan kepada kita karunia untuk dapat menjadikan kaki kita lengkap. Dia pulalah yang telah menjadikan kaki kita dapat dipakai untuk melangkah. Dia jugalah yang memberikan kepada kita pertolongan untuk dapat melangkah menuju kepada kebaikan yang dicintai-Nya. Semoga Dia menjadikan kita semua sebagai hamba-hamba yang banyak bersyukur. Amin.
Alhamdulillah. Alhamdulillah. Alhamdulillah.
Dengan bersyukur, hati menjadi terlipur, jiwa menjadi terhibur dan hidup pun menjadi makmur.
[1] Mushthafa As-Siba’I, Hakadza ‘allamatini al-Hayatu, hlm. 20.
[2] An-Nawawi, Riyadhush Shalihin Min Kalami Sayyidil Mursalin, hlm. 385.
[3] Ats-Tsa’alibi, At-Tamtsil Wal Muhadharah, hlm. 146.
____
Oleh : Ustadz Muhtar Arifin Lc. MHI
____
Artikel ini dimuat di Retizen Republika.
https://retizen.republika.co.id/posts/65052/yang-tersembunyi-dalam-kursi
____
Info media MAA
https://berbagi.link/maalfurqonmgl